Literasi Rakyat Merupakan blog yang memuat tulisan-tulisan artikel opini tentang pendidikan, petualangan, karya puitis serta informasi berita-berita secara umum.

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Tuesday, August 20, 2019

Demo di Ruang Guru

Gambar Ilustrasi Dokumentasi Penulis Pada Kegiatan LKM HMCH



Pelajaran PKn telah selesai Pak Ricko segera bergegas ke perpustakaan untuk beristirahat setelah selesai mengajar di kelas sembari mengingat-ngingat pertanyaan muridnya tadi di kelas tentang materi Demokrasi..
“Pak kalau musyawarah adalah inti dari demokrasi atau konsekuensi logis dari demokrasi, kenapa harus ada unjuk rasa atau demonstrasi? Kenapa tidak di selesaikan dengan musyawarah saja?”. Tanya seorang siswa saat di dalam kelas
“Ada yang bisa jawab ?”. Tanya Pak Ricko pada siswa lain berharap ada anak yang mau menjawab untuk menghidupkan diskusinya hari itu.
“Tidak ada?”. Nampaknya anak-anak tidak ada yang bisa menjawab dari pertanyaan kritis seseorang siswa tadi.
“Kalau tidak ada, bapak akan jelaskan, sebenarnya sama saja unjuk rasa atau demonstrasi juga adalah bagian dan konsekuensi dari demokrasi, lalu kenapa harus ada demonstrasi kalau ada musyawarah?. Pertanyaan retoris yang tak perlu jawaban Pak Ricko pada anak-anak di lontarkan.
“ Itu karena tidak semua tuntutan dari rakyat dapat dipenuhi semua dengan musyawarah, unjuk rasa atau demokrasi itu bagian dari protes biasanya dari tindak lanjut persoalan yang diselesaikan dengan musyarawah dan berujung ketidakpastian. Yang jelas, pasti awalnya mencoba melakukan musyawarah tapi karena berbagai kemungkinan rakyat tidak puas sehingga munculah demonstrasi atau pengerahan masa untuk menyampaikan aspirasi”.
“Pak Ricko...” Suara teman pak Ricko memanggil pak Ricko yang sedang melamun di perpustakaan tiba-tiba mengagetkan pa Ricko..
“iya Pak Asep ada apa?” tanya pak Ricko
“itu pa di Ruang Guru ada demo...” belum saja selesai penjelasan pak Asep pada pa Ricko tiba-tiba pak Ricko bangun dari duduknya dan bergegas menuju ruang Guru dengan jalan yang terburu-buru..
“ada apa ini apa saya tadi menjelaskan memberikan jalan atau ide pada siswa untuk berdemo? Apa persoalanya? Atau ada masalah sekolah dan demo dilakukan masyarakat? Tapi persoalan apa sehingga tidak bisa dimusyawarahkan terlebih dahulu dan langsung demo? Gawat ini gawat kalau begitu... “ sambil berjalan pak Ricko terus memikirkan demo yang terjadi di Ruang guru terkait apa..
Tiba-tiba sesampainya pak Ricko di Ruang Guru pak Ricko tak melihat kerumunan orang di luar ruang guru yang ada hanya guru-guru perempuan dan sebagian guru laki-laki seperti sedang mengeremuni seseorang, lalu pak Ricko mendekat dan melihat apa yang sebenanya sedang terjadi.
“Astagfirullah, saya kira ada demonstrasi/unjuk rasa anak-anak atau warga ke sekolah ternyata hanya demo masak ya ibu-ibu” ...  
Cuplikan cerita tersebut mengingatkan bahwa apakah mungkin di sekolah terjadi demonstrasi atau unjuk rasa atau pengerahan masa guna menyalurkan apirasi masyarakat atau siswa yang ada di sekolah. Jika tidak mungkin kenapa? Atau jika mungkin kenapa?. Pertanyaan tersebut bisa dijawab oleh pribadi masing-masing. Hanya saja semua kemungkinan bisa terjadi asal faktor pendukungnya bisa dicari hingga berujung pada sebuah kepastian atas beberapa faktor yang terkumpul atau bobot faktor yang sedikit tapi berdampak signifikan pada terciptanya hal yang pasti, apalagi kita hidup dinegara demokrasi.

Tuntutan Instansi Atau Lembaga Yang Hidup Di Negara Demokrasi



                INDONESIA merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi, dalam sistem demokrasi, rakyat mempunyai peran penting dalam pemerintahan karena jelas pada negara dengan sistem demokrasi, kedaulatan negara ada ditangan rakyat. Semua kepentingan harus menjadi kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan pribadi, kepentingan golongan apalagi hanya menjadi kepentingan pemerintah yang berkuasa. Sebagai konsekuensinya kita mengenal pembagian kekuasaan bukan pemusatan kekuasaan, kekuasaan yang terbagi pada beberapa lembaga, yaitu eksekutif (Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri-menterinya), Legislatif (DPR, MPR dan DPD) dan Yudikatif (MK, KY, MA).
                Semua lembaga yang ada harus taat pada hukum yang berlaku sebagai produk dari perwakilan rakyat yang ada di pemerintahan. Bukan hanya itu selain suprastruktur poltik lembaga yang telah disebutkan diatas (legislatif, eksekutif dan yudikatif) kita juga mengenal Infrastruktur politik yang meliputi fungsi pendidikan politik, media penyalur kepentingan, seleksi kepemimpinan hingga komunitas politik.
                Semua lembaga yang ada di dalam infrastruktur dan suprastruktur politik baik lembaga ataupun instansi yang muncul dari produk kebijakan lembaga-lembaga yang ada, semua dituntut untuk dapat melayani masyarakat. Baik dalam menyelesaikan program kerja maupun dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat.
                Tuntutan tersebut sudah menjadi hal yang logis karena instansi dan lembaga tersebut berada pada sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Semua pihak bebas mengutarakan gagasan pendapat dan sarannya pada instansi termasuk kritik sebagai sebuah evaluasi guna meningkatkan kualitas instansi.
                TRANSPARANSI selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak pada lembaga-lembaga negara yang ada, transparansi ini merupakan hal yang paling penting karena pada prinsipnya uang negara serta pengelolaan aset negara yang bersumber dari rakyat dan untuk kepentingan rakyat haruslah jelas aliran atau pemakaiannya kemana? Dan untuk apa? Ini sebagai bentuk konsekuensi logis dari sistem demokrasi.
                Kemudian KUALITAS KINERJA, ikut serta bekerja pada instansi pemerintah berarti sama dengan telah siap mengabdikan diri untuk negeri yang pada prinsipnya ditujukan untuk melayani rakyat. Buruknya atau melemahnya kualitas kinerja juga pasti menjadi sorotan sehingga apabila tidak ada progres atau progres ketercapaiannya menurun kritik dan evaluasi dari masyarakat akan gencar dilakukan. Apalagi berkenaan dengan sistem kepemipinan yang dituntut bisa membuat kebijakan yang mampu mengakomodir seluruh kepentingan yang ada di negara.
                Sekolah sebagai instansi pemerintah yang hadir untuk mencapai tujuan bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak luput dari tuntutan-tuntutan tersebut. Baik dari masyarakat maupun dari siswa. Hanya dalam konteks ini, mungkin saja dunia akademik yang dapat membedakan dengan instansi lainnya yaitu perkara pendidikan bukan perkara kepentingan kekuasaan ataupun pembuatan kebijakan yang mengikat masyarakat luas.
                Hanya saja tuntutan atas yang diinginkan oleh masyarakat yang terlibat dalam instansi sekolah yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah atau negara dalam pendidikan bisa saja menuntut hal yang sama terkait transparansi dan kualitas kinerja. Sistem kontrol yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok masyarakat berupa organisasi masyarakat sah-sah saja. Hanya saja yang perlu digaris bawahi adalah tidak ada intervensi yang bersembunyi dibalik sistem kontrol. Dalam artian intervensi yang dimaksud adalah mencoba mengendalikan sekolah atau salah satu instansi untuk kepentingan golongan atau kepentingan perseorangan.

Tugas Seluruh Pihak Sekolah “Menghadirkan Negara”.


                Terkadang untuk “menghadirkan negara” di dalam kelas itu sulit, terutama kepada anak yang belum ada kepentingan dan menyadari peran negara. Hal tersebut adalah tantangan bagi guru sebagai pengajar di dalam kelas. Menyampaikan pendapat disekolah sebagai bentuk implementasi nilai demokratis dapat terorganisir dengan baik terutama dari siswa kepada sekolah. Semua aspirasi yang ada pada siswa dapat disampaikan oleh organisasi intra sekolah untuk selanjutnya disampaikan pada pihak sekolah. Tidak selalu prosedural pendekatan yang cenderung dilakukan emosinal juga kadang bisa dilakukan, dengan cara dibicarakan baik-baik dengan sekolah melalui pihak-pihak yang mempunyai kewenangan bersangkutan tentang aspirasi yang ingin disampaikan.
   Konsep demokratis kadang terlalu abstrak apabila disampaikan secara teoritis di kelas, perlakuan yang demokratis juga butuh dilakukan agar siswa mampu memahami konsep demokrasi secara nyata terutama siswa Sekolah Menengah Pertama yang masih sulit membayangkan negara dalam konteks teoritis. Sedikit mengutip materi yang disampaikan Prof. Sumar S, Sekolah sebagai komunitas belajar hendaknya menerapkan sistem demokrasi dalam pembelajaran dengan penekanan sebagai berikut, semua siswa punya hak belajar, hak diperhatikan, Siswa difasiilitasi untuk saling mendengar, siswa difasilitasi untuk saling belajar dan Guru menahan diri untuk tidak terlalu banyak bicara. Penekanan pada pembelajaran yang terpusat pada siswa memang menjadi corak khas pada kurikulum 2013 ini. Siswa dituntut untu bisa aktif menyampaikan gagasan dan pendapatnya dalam pembelajaran.
Tugas guru dalam hal ini adalah membuat stimulus siswa agar mau dan mampu menyampaikan pendapat dan gagasannya dalam pembelajaran. Mejadi tugas yang tidak sederhana memang untuk menghidupkan kelas yang siswanya pasif menjadi siswa aktif dan sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu guru tidak terlalu banyak bicara. Tapi memang ini konsekuensinya apabila ingin menerapkan pembelajaran yang demokratis. Hal ini juga tidak bisa dipaksakan karena yang tahu betul karakteristik materi dan metode pembelajaran yang harus diterapkan ialah guru.
Para pemegang kewenangan sekolah untuk mampu memberikan kesadaran bahwa negara telah hadir atau keberadaanya ada di lingkungan sekolah harus mampu menjadikan sekolah sebagai miniatur negara dengan sistem demokrasi yang sesungguhnya agar kelak siswa terbiasa hingga kebiasaan itu terbawa pada kehiduoan bermasyarakat sehingga menciptakan warganegara yang baik dan cerdas di kemudian hari.



Terimakasih telah membaca artikel kami silakan tekan tombol follow untuk mengikuti update-an terbaru blog kami, dan tinggalkan komentar untuk membangun blog kami agar lebih baik lagi....

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages