Udara sejuk masih
terasa di desa ini, desa dimana saya dibesarkan, suasana anak-anak bermain di
halaman rumah menguatkan kenangan beberapa tahun lalu saat kurang lebih umur
saya sama dengan anak-anak itu kira-kira umur 5 tahun. Mereka mendekat saat
saya ngeluarkan handphone dari saku jaket, mereka bertanya "naon a
eta??" saya jawab "ieu namina hp?". Tak puas dengan jawaban
saya, mereka mendekat dan melihat apa yang saya lakukan dengan hp yang saya
pegang.
Pertanyaan terus
bermunculan dengan pertanyaan rata-rata pertanyaan yang sama yaitu "naon a
eta?" hampir saya kesal dengan pertanyaan tersebut. Tapi pas saat saya
kesal pertanyaan anak tersebut menanyakan tentang sebuah foto
"naon a eta?"
"Foto"
"Foto naon a eta?"
"Foto soekarno"
"Saha a?"
Saya pikir anak ini
tidak paham apa maksud saya dan saya rasa ini mengakhiri pertanyaannya. Tapi
saya kagum karena pertanyaan nya berbeda karena berlanjut dengan pertanyaan
"saha a eta?". Saya mencoba membuatnya paham minimal tau orang yang
di foto adalah orang besar. " Cobi tingal ka lebet di lebet aya kan fotona
sami?" saya mencoba membuat anak itu penasaran karena kebetulan di dalam
rumah memang ada foto soekarno. Anak ini masuk kedalam rumah saya dan melihat
foto di dinding bersama temannya lalu ia berkata "oh enya a sami
sukarno!". Macam orang paham saja ini anak "aya a sieun"
tambahnya begitu "ah dasar anak kecil tak tahu kalau fotonya ada dmna2 itu
terkenal,malah bilang takut". Tapi saya mencoba memahami anak ini, pasti
itu hanya ucap ulang perkataan saya saja. Tapi tak apa yang terpenting saya
tidak membatasi hak dia bertanya dengan memarahinya karena kesal atau mungkin
saja menambah ingatannya tentang foto orang besar.
Selepas itu saya
tersenyum ingat dulu juga saya pernah di marahi oleh orang tua saya karena
terus-terusan bertanya tentang apa yang ia lakukan bahkan saat sedang menonton
tv semua yang ada di tv saya tanyakan sampai saya d marahi.
Saya mencoba
menganalisisnya, mungkin saja setiap anak di didesa kurang aktif bertanya
disekolah karena perlakuan orang tua yang berusaha menghentikan pertanyaan
anaknya karena sibuk dengan pekerjaan rumah sehingga rasa bersalah pada sang
anak pun timbul seakan-akan bertanya bisa menjadi kesalahan apalagi jika
pertanyaan nya salah karena mereka selama bertanya pasti orang yang ditanyai
oleh mereka selalu kesal karena mengganggu pekerjaan mereka dan terkadang
pertanyaan mereka aneh tak ada jawabannya atau jawabannya sulit untuk
dijelaskan pada anak kecil yang belum bisa menerima jawaban orang dewasa.
Sehingga kemarahanlah yang mereka dapatkan bukannya jawaban yang mengobati rasa
penasaran mereka.
Rasa penasaran mungkin
saja selalu membayangi anak yang selalu ingin tahu lantas anak mencoba mencari
tahu sendiri tanpa bertanya tanpa tahu itu benar atau salah yang jelas mereka
mecoba mengobati rasa penasarannya.
Bahayanya jika
informasi yang didapat adalah salah tak mau bertanya lantas mereka kemudian
membuat pandangan pribadi, dan pandangan anak menjadi salah karena tak paham.
Mungkin ini hanya satu dari banyak kemungkinan tapi jika hal ini adalah
kemungkinan yang benar cobalah menjawab pertanyaan anak dan jangan memarahi
anak bertanyaa karena itu bukan kesalahan melainkan secara naluria itu adalah
rasa penasaran.
Mungkin saja dengan
tidak menganggap bertanya adalah hal yang mengganggu atau hal yang salah,
mereka tidak takut lagi bertanya untuk kebenaran dan kebaikan, dan mungkin saja
rasa takut salah dalam bertanya akan hilang ketika usia mereka mengijak bangku
sekolahan.
ayo ditunggu apa lagi segera bergabung dengan kami di D/E/W/A/P/K
ReplyDeletemenangkan uang jutaan rupiah, dengan minimal deposit 10.000 saja looo.
ayo segera bergabung ya ditunggu lo ^_^