Literasi Rakyat Merupakan blog yang memuat tulisan-tulisan artikel opini tentang pendidikan, petualangan, karya puitis serta informasi berita-berita secara umum.

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Thursday, March 7, 2019

Resolusi ke Resolusi menuju Pengadilan Terakhir



Sumber Gambar : Islampos.com


Surat Al-Ma'idah Ayat 21
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ



Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.
            Suara Ayah dan Ibu terdengar mengiang ditelinga hingga membuatku tersenyum-senyum sendiri, bukan hadiah ataupun tentang sepatu baru, yang kuingat Ayah mengucapkan kalimat “Namanya, Kota Jerusalem, tempat indah dan suci yang dilupakan ummat Islam”. Ketika aku kecil Jerussalem begitu mempesona, dan begitu di imaginer dipikiran terdalam kepalaku seakan-akan menimbulkan enigma, inikah yang diebut negeri dongeng ?. Baru-baru ini aku sadar, Jerusalem begitu indah jika diucapkan oleh ayahku, dan bukan dari media cetak dan media elektronik ataupun Jerusalem itu sendiri jika ia dapat berucap dan menceritakan semuanya kepada kita, yang impulsif  senyum di wajah kita seketika hilang, dan berubah menjadi kecemasan, kemarahan, kesedihan, bahkan dendam yang dibalut dengan 1001 pertanyaan.
            Jeruslem adalah simbol. Sebuah simbol memiliki kekuatan yang sedemikian dahsyat bagi pemilik simbol tersebut. Apalagi simbol Agama, ia lebih dari sekedar simbol biasa. Jerusalem adalah simbol agama besar bagi tiga iman Ibrahimi. Jerusalem adalah pusat agama Yudaisme, Jerusalem adalah kota suci ketiga bagi agama Islam, dan Jerusalem adalah tempat kejadian peristiwa utama bagi agama Kristen, dimana ada simbol penyaliban Yesus dan kenaikan ke Surga. Alan Dershowitz dalam The Case for Peace, How The Arab-Israeli Conflict Can Be Resolved, menulis bahwasanya sulit untuk membagi Jerusalem karena demografi tidak mudah untuk dirubah menjadi peta politik. Dengan itu resolusi-resolusi dikeluarkan untuk menjaga kontinuitas demografi dan peta politik Jerusalem menuju perdamaian Isrel daan Palestina secara.
            Resolusi yang pertama dikeluarkan Majelis Umum PBB yaitu pada tanggal 4 Juli 1967, dimana Pakistan mengajukan rancangan resolusi yang di tandatangani oleh 99 Negara anggota dan 20 negara memilih abstain. Resolusi yang kedua diterbitkan Dewan Keamanan, yaitu resolusi nomor 162, diterbitkan pada tanggal 11 April 1961 agar melaksanakan gencatan senjata antara Israel dan Yordania, hingga berlanjut ke resolusi no. 242, 250,271, hingga resolusi yang diterbitkan pada tanggal 21 Agutus 1980 dimana dewan menerbitkan resolusi 476 (1980) yang didukung oleh 14 suara dan tidak ada yang menentang kecuali (Amerika Serikat). Dewan menegaskn dalam resolusi ini bahwa semua langkah yang mengubah karakter geografik, demografik, dan sejarah status Jerusalem dibatalkan dan tidak berlaku serta harus disahkan secara hukum.
             Pada hari Rabu,tgl/06/12/2017 dunia gempar dengar pernyatan Donald Trump didampingi wakilnya Mike Pence yang menyebut Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan menyiapkan dokumen-dokumen untuk persutujuan yang akan ditandatangani di ruang penerimaan diplomatik, Gedung Putih, Washington. Pernyataanya membuat gempar para pemerintah dunia dan masyarakat dunia sebagai entitas dari penjaga kedamaian Jerusalem, bagaimanapun Jerusalem bukan sekedar pembahasan pengakuan de facto dan de jure tapi disana ada iman yang mendasarinya. Keputusan Presiden AS, Donald Trump seakan-akan menutup pintu resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Majelis umum PBB dan Dewan Keamanan PBB menuju ke pengadilan akhir yang final, bahwasannya Jerusalem milik Israel.
            Presiden Mahmoud Abbas, dikutip dari media cetak elektronik (TribunNews) mengatakan, tak tinggal diam dengan sikap AS, karena menurutnya dengan begitu AS mencabut menjadi negara yang berperan dalam mediator perdamaian Israel dan Palestinaa selama satu dasawarsa ini.
“Langkah-langkah yang menyedihkan dan tidak dapat diterima ini merupakan hal yang secara sengaja melemahkan semua upaya perdamaian,"
katanya dalam pidato televisi yang telah direkam sebelumnya. Dia menegaskan bahwa Yerusalem adalah 'ibukota abadi negara Palestina. Hal yang sama diteriakan oleh Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas, kelompok Palestina yang menguasai Jalur Gaza, mengatakan:
"Rakyat Palestina kami di mana pun tidak akan membiarkan persekongkolan ini berlalu, dan pilihan mereka terbuka untuk membela tanah dan tempat-tempat suci mereka."
Seorang juru bicara kelompok tersebut mengatakan bahwa keputusan tersebut akan "membuka gerbang neraka bagi kepentingan AS di wilayah ini".
            Sedangkan dipihak Israel, walupun sangat diuntungkan oleh klaim sepihak AS yang dikumandangkan oleh Donald Trump bukan berarti mereka diam dan berpura-pura bodoh. Dikutip dari (Bangka Tribun News) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pengumuman Presiden itu Trump adalah sebuah 'monumen bersejarah.' Dia menyebut hal itu merupakan keputusan yang 'berani dan adil.' Disebutkannya, pidato tersebut merupakan "langkah penting menuju perdamaian, karena tidak akan ada perdamaian yang tidak mencakup Yerusalem sebagai ibu kota Negara Israel". Dia mengatakan bahwa kota tersebut telah "menjadi ibu kota Israel selama hampir 70 tahun". Menteri Pendidikan Naftali Bennett juga memuji keputusan tersebut, dengan mengatakan, "Amerika Serikat telah menambahkan batu bata lain ke dinding Yerusalem, ke dasar negara Yahudi," dan mendesak negara-negara lain untuk mengikuti jejak Trump.
            Ketika Mediator tidak mampu lagi bersikap bijak, dan memihak dengan sebelah tangan maka hasilnya kebijakan yang diambil akaan melukai pihak lain. Menurut Mochtar Kusumaatmadja “Hukum tanpa Kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”. AS sebagai mediator dan negara adidaya menyalahgunakan kekuasaan, membuat keputusan yang hanya berpatokan kepada Cause Final dan tidak mau melihat efek sampingnya. Bahkan Trump terbilang sebagai pemimpin yang penakut. Trump tidak berani melihat sesuatu dengan lebih jauh dan bersikap defensif sehingga keputusan dari kebijakannya bersifat subjektif.
            Aneksasi Jerusalem Timur oleh pihak Israel pada perang enam hari Tahun 1967 adalah pemicu konflik. Israel memang berhasrat untuk berkonflik dengan Palestina dan dunia yang didasari keinginan mereka untuk menjadikan Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel secara penuh. Seperti yang disebutkan PM pertama David Ben-Gurion pada tanggal 5 Desember 1949, dimana posisi Jerusalem terbagi antara Jerusalem Timur dikuasai oleh Yordania dan Jerusalem Barat oleh Israel. Setelah Perang enam hari usai, maka Jerusalem Timur direbut Israel dan dimulainya pengukuhan statusnya sebagai ibu kota negara dalam UUD Israel Tahun 1980. Semenjak dahulu sampai detik ini, Palestina dan dunia internasional tidak akan pernah diakui dan bahwasanya Jerusalem milik Palestina. Pernah Israel mengalah dan memindahkan ibu kotanya ke Tel Aviv akibat tekanan negara Timur tengah dengan ancaman penarikan kedutaan dan kecaman dari masyarakat dunia internasional.
            Israel Selalu menyatakaan bahwa posisi legal mereka atas jerusalem berasal dari mandat Palestina (Palestine Mandate, 24 Juli 1922). Yang mana PBB mengakui hubungan historis bangsa Yahudi dengan Paletina dan menghendaki agar menjadikan Palestina sebagai “National Home bangsa Yahudi”. Kita hidup dimana perjanjian bahkan lembaran hukum negara sekalipun dijadikan alat tipu daya untuk membuat mata kita buta hingga bisa dilanggar kapan saja. Perjanjian Oslo seakan menjadi perjanjian damai, lalu damai bagi pihak Israel tidak pernah muncul dengan kebijakan yang menguntungkan kedua belah pihak, melainkan selalu sepihak dan terlihat acuh akan egonya. Tahun 1967 terjadi kisah memilukan sekaligus memalukanya peradaban manusia yang begitu Corrupted (busuk), dimana Israel membangun tembok perbatasan yang secara tidak sah karena menjorok ke wilayah Palestina dan mengakibatkan kurang lebih 200.000 warga Palsetina kehilangan Tanah Airnya.
            Kemanakah Dewan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa)?, begitu lemah perananya dalam perdamaian dunia bahkan ironi sekali dimana PBB diisi oleh negaraa-negara di dunia ini. Mereka mirip burung Kakak tua yang hanya bisa meniru dan melanjutkan cuitan kegelisahan masyarakat dunia internasional, namun enggan bergerak. Dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa, PBB bukan merupakan suatu pemerintahan dunia ataaupun badan legislatif untuk masyarakat dunia. Walaupun dalam pasal 10 piagam PBB, mempunyai kekuatan sebagai anjuran kepada negara-negara anggota, ditekankan kembali hanya sebagai penganjuran yang adakalanya mempunyai kekuatan yang jauh melebihi arti formal keputusan sebagaimana yang tertuang dalam piagam.
             Menurut Mochtar Kusumaatmadja Pengaruh besar yang dimiliki majelis PBB sebagai lembaga yang mempunyai Quasi Legislative. Jika ditinjau dari setiap resolusi majelis umum PBB yang dihadiri lebih dari 120 negara anggota, seharusnya dapat mendesak dengan mempengaruhi pendapat sesuatu secara umum. Terlebih jika bersangkutan dengan HAM yang tidak dapat tegak di Palestina, kebebasan akan kemerdekaan setiap bangsa dan negara atas wilayah dan kekayaan alamnya. Communis Opinionyang dikelurkan PBB dan berakhir di buatnya keputusan akan membuat kedamaian dan membuat perjanjian Internasional kuat dan adil dalam berkehidupan negara di dunia. Sejatinya mengenai persoalan menyangkut hukum resolusi tadi perananya penting dalam membentuk unsur psikologis dalam hukum kebiasaan.
            Okupasi yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina selalu saja didasari tuntutan sejarah ataupun faktor ekonomi. Padahal idealnya negara dan bangsa dapat dan mampu mentukan nasib sendiri (Self determination),yang berlanjut kepada (Geographical contiguity). Palestina butuh dukungan secara de jure dan de facto untuk mengembalikan kedaulatannya, bukanya mereka tak mampu tapi mereka berada dalam kondisi lemah. Di hasut dengan lusinan Resolusi yang jutru merugikan mereka. Memang benar adanya suatu negara mempunyi kemungkinan besar untuk dapat menambah luas wilayah negaranya, melalui Akresi, Cessi, Okupasi, Preskripsi, dan perolehan wilayah secara paksa atau kita kenal Aneksasi.
            Resolusi yang berisi bom waktu Aneksasi disodorkaan dimuka dunia inernasional agar Israel dan Paletina mau untuk tunduk dengan damai. Tapi apa daya, bahkan PM David Ben-Gurion menolak dan dengan jelas menyatakan bahwa “Kami tidak lagi menghormati resolusi PBB pada tgl 29 November” yang berakhir dengan penghapusan resolusi PBB tgl 29 November secara sepihak dinggap tidak ada. Yasser Arafat dalam pidatonya di Harvard University, 1955 mengatakan “ mengapa Jerusalem tidak dijadikan ibu kota kedua negara, tanpa tembok berlin?, bersatu, terbuka, hidup berdampingan secara damai, hidup bersama”. Paus Yohanes Paulus II, pernah juga menyatakan, “No peace without justice, no justice without forgivnes!”. Inilah akhir dari resolusi Palestina dan Israel dekat menuju kepada keputusan akhir ataupun itu keputusasaan yang diserahkan kepada pengadilan akhir.
“Saya tidak akan menyutujui kedaulatan Israel atas Jerusalem, baik di wilayah armenia, atupun di masjid AL-Aqsha, baik atas Via Dolorossa maupun atas Gereja Kudus Makam Kristus. Mereka dapat menduduki kami dengan menggunakn kekuatan militer, karena sekarang kami lemah, tetapi dalam dua tahun, sepuluh tahun, atau seratus tahun, akan ada seseorang yang akan membebaskan Jerusalem (dari mereka).”
(Yaser Arafat)
Dengan demikian, perundingan Camp David gagal total.


1 comment:

  1. DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
    dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :) :* :*

    ReplyDelete

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages