Oleh : Risman Nur Haqim
Ajang pemilihan
presiden (pilpres) tak henti-hentinya menimbulkan “perdebatan”, dari mulai
acara televisi nasional, televisi lokal bahkan sampai ke warkop yang ada di
kota hingga desa-desa. Perdebatan tak berujung ini mengingatkan saya pada
Cerita KH. Agus Salim karena berkat beliau muncul istilah “Debat Kusir”.
Perdebatan dimulai ketika KH. Agus Salim naik delman, kemudian berdebat dengan
kusir delman tentang kuda yang mengeluarkan angin (kentut), KH. Agus Salim
berpandangan bahwasannya kuda itu masuk angin hingga bisa kentut, tapi kusir
berpandangan lain bahwa kuda itu keluar angin bukan masuk angin, perdebatan
terus terjadi sampai beliau tiba di tempat tujuan. Walau tempat tujuan sudah
sampai tapi sebetulnya debat belum beres bahkan dalam beberapa sumber
dijelaskan KH. Agus Salim mengatakan sepertinya beliau masih akan terus berdebat apabila bertemu dengan kusir
itu lagi, berdebat tentang kuda yang kentut itu, antara masuk angin dan keluar
angin.
Debat yang tak
berujung dan memakan waktu hingga tak mendapatkan kesimpulan itu, sampai
sekarang dikenal dengan istilah debat kusir. Seperti halnya menuju pemilihan
presiden, tidak henti-hentinya perdebatan antara pendukung 01 dan Pendukung 02 saling berdebat
memperdebatkan masing-masing pilihannya, tak ada satupun yang mengalah semua
saling meyakinkan pilihannya terkadang dari berita benar hingga berita bohong
(hoax) dijadikan dasar untuk memperkuat pilihannya. Berdasarkan pengalaman,
karena beda pilihan dari yang tadinya teman, hubungan mereka jadi renggang
karena perbedaan pilihan yang kemudian diperkuat fanatik berlebihan dan
terpengaruh berita hoax, begitupun yang memiliki hubungan pacaran hingga
terjadi pertengkaran akibat beda pilihan (Tulisan tentang penyebab ini bisa
dilihat ditulisan Pilpres Bukan Penyebab Permusuhan).
Saya teringat pada
kawan-kawan satu perjuangan yang apabila menurut bahasa Sunda sering disebut
dengan “batur sakasur, sadapur, sasumur”. Ya... mereka adalah kawan-kawan saya
yang satu rumah dengan saya. Dalam satu rumah kita terikat karena kesamaan
organisasi, hingga rumah kita menjadi seketariat bagi organisasi kita. Walaupun
dengan organisasi kita sama, tapi bukan berarti tidak ada perbedaan diantara
kita. Terdapat banyak perbedaan diantara kita, dari pemikiran hingga pilihan
politik. Tapi yang membedakan adalah walaupun berbeda pilihan, beda pilihan politik
sekalipun tidak pernah pertemanan kita menjadi terpisah menjadi pecah apalagi
menimbulkan konflik besar diantara kami.
Tapi apakah tidak ada
perdebatan diantara kita? Tentu ada bahkan karena kami kuliah berkaitan dengan
kewarganegaraan yang memuat politik, hukum, pendidikan dan kenegaraan.
Perdebatan kami lebih kompleks, bahkan ketika kami nonton bareng debat di
televisi, bukan kita nonton televisi tapi televisi yang menonon kami berdebat,
perdebatan di tv belum usai kami sudah mulai perdebatan dan diskusi di ruang
tengah. Perdebatan melebar terkadang mulai dari politik hingga berakhir ke
filsafat. Kadang kita juga bedebat tak ada kesimpulan tapi semua perdebatan ini
berujung, yaitu berujung dikasur.
Semua menerima apapun yang menjadi akhir dari
perdebatan, tak ada kesimpulan karena kesimpulan akhirnya adalah semua pembahasan
ada perspektinya, kami saling memahami perbedaan pandangan, semua boleh
diperdebatkan tapi kami memahami tidak semua perspektif bisa disamakan.
Perdebatan yang dimulai di ruang tengah kadang dibawa hingga ke kamar yang
kasurnya sekasur berdua atau dua kasur empat orang, biasanya perdebatan yang
dibawa ke kasur berujung berlainan antara awal dan akhir topik pembicaraan,
misalnya membahas awalnya poltik, akhirnya berujung membahas percintaan hingga
berujung mimpi (ketiduran) dan bangun tidur kami tak lagi membahas hal yang
sama walaupun temanya sama tapi perdebatan selalu mulai lagi dari nol atau hal
yang berbeda dengan sebelumnya. Itulah debat kasur. Debat yang membicarakan
mimpi negeri hingga mimpi pribadi dan berujung dengan mimpi dalam arti
sesungguhnya, dan tidak menimbulkan perpecahan diantara kami.
"Debat Kasur, perdebatan tentang mimpi pribadi, mimpi negeri hingga mimpi sebenarnya (tidur), tak ada perebutan kekuasaan yang ada hanya perebutan bantal kesayangan" - Risman Nur Haqim
No comments:
Post a Comment