Literasi Rakyat Merupakan blog yang memuat tulisan-tulisan artikel opini tentang pendidikan, petualangan, karya puitis serta informasi berita-berita secara umum.

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Thursday, July 4, 2019

Mengenal Arti Retorika



Sudah lama mungkin kita mengenal istilah retorika, tapi sejauhmana kita mengenal istilah retorika, itu terus berkembang. Demikian dekat kita dengan istilah Retorika alangkah lebih baik kita benar-benar tahu dan memahami tentang retorika.
Artikel ini sedikitnya akan memberikan pemahaman beberapa hal mengenai retorika terutama retorika yang bersumber dari buku Jalaludin Rakhmat yang berjudul Retorika Modern Pendekatan praktis.
Tiba-tiba buku ini menjadi menarik karena di bagian awal bukunya menjelaskan mengenai sejarah retorika, hal ini kemudian membuka pikiran saya perihal retorika yang tentunya istilah ini menjadi dekat dengan saya dalam diskusi-diskusi yang dilakukan di kampus. Kadang perdebatan yang terjadi berujung pada kalimat “Ah itu retorikamu saja..” Sejenak setelah membaca buku ini saya berpikir, tidak ada yang salah dengan retorika yang saya ucapkan, terutama ketika saya berdiskusi. Pemahaman bahwa retorika adalah sesuatu yang bisa disandingkan dengan berkelit atau hal-hal lain yang menjurus pada penurunan makna sebenarnya harus kita lihat pada sejarah retorika itu sendiri apakah itu penurunan makna jika dilihat dari masa sekarang atau sepert apa.
 Jika kita melihat sejarahnya memang benar bahwa dulu Retorika pada tahun kira-kira 465 SM retorika ini mirip dengan “ilmu bersilat lidah”, pada saat orang Syarcuse, sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia melakukan revolusi dengan menumbangkan tirani kemudian setelah tirani tumbang demokrasi mulai ditegakan. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemilik yang sah Karena waktu itu tidak ada sertifikat dan pengacara maka Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh kembali tanahanya hanya karena tidak pandai bicara. Seperti dalam Rakhmat (2012: 2) bahwa:
Untuk membantu orang memenangkan  haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika, yang diberi nama Techne Logon (seni kata-kata). Walaupun makalah ini sudah tidak ada, dari para penulis se-zaman, kita mengetahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara tentang “teknik kemungkinan”. Bila kita memulai sesuatu mulailah dari kemungkinan umum.
Seorang kaya mencuri dan dituntut dipengadilan untuk pertama kalinya. Dengan teknik kemungkinan, kita bertanya, “Mungkinkah seseorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya untuk mencuri? Bukankah sepanjang hidupnya ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri”. Sekarang seorang miskin mencuri dan diajukan ke pengadilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, “ ia pernah mencuri dan pernah dihukum. Mana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang sama”. Akhirnya, Retorika memang mirip “ilmu silat lidah”.

Memang pada dasarnya definisi retorika atau seni berbicara ini berkembang menurut zamannya pada zaman ini memang retorika mirip dengan “ilmu silat lidah seperti telah disampaikan di atas.  Bahkan meneruskan cerita di Syracuse, Demokrasi disini tidak berjalan lama tapi ajaran Corax tetap berpengaruh.
Konon, Gelon, Penguasa yang menggulingkan demokrasi dan menegakan kembali tirani, menderita halitosis (bau mulut). Karena ia tiran yang kejam, tak seorang pun berani memberitahukan hal itu kepadanya. Sampai di Negeri yang asing, seorang perempuan asing berani menyebutkan. Ia terkejut. Ia memarahi istrinya, yang bertahun-tahun begitu dekat dengannya, tetapi tidak memberitahukannya. Istrinya menjawab bahwa karena ia tidak pernah dekat dengan laki-laki lain, ia mengira semua laki-laki sama. Gelon tidak jadi menghukum istrinya. Tampaknya, sang istri sudah belajar retorika dari Corax. Rakhmat (1992:4)

            Pada saat itu dapat diketahui bahwa retorika mampu muncul sebagai seni berbicara yang mampu melancarkan seseorang hingga lolos dari hukuman. Selain terkenal sebagai teknik kemungkinan corax juga meletakan beberapa organisasi pesan seperti dalam Rakhmat (1992:2) menyatakan bahwa “Di samping teknik kemungkinan, Corax meletakan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi pidato dalam lima bagian: Pembukaan, uraian, argumen dan penjelasan tambahan dan kesimpulan. Dari sini, para ahli retorika kelak mengembangkan organisasi pidato”.
            Perkembangan retorika terus berjalan seiring dengan kebutuhan, bahkan muncul sekolah retorika yang didirikan oleh Gorgias, bukan hanya itu Gorgias menekankan bahasa yang puitis dan teknik berbicara impromtu dan ia meminta bayaran yang mahal untuk seorang murid sekitar 10.000 drachma. Perkembangan sekolah retorika ini muncul seperti memenuhi kebutuhan “pasar” bahkan ini sudah diperkirakan oleh Artistoteles sebelumnya. Aristoteles (dalam Rakhmat 1992:4) “ Ia mengajarkan prinsip-prinsip retorika, yang kelak dijual Gorgias kepada penduduk Athena”. Hal ini diungkapkan aristoteles pada masa seorang filsuf, mistikus, politisi dan sekaligus orartor dia adalah Empedocles (490-430 SM) ia juga pernah berguru pada Pythagoras dan menulis The Nature of Things.
            Perjalanan panjang perkembangan retorika dikalangan fisuf yunani ini akan panjang apabila diurai dalam tulisan ini secara keseluruhan, saya tertarik setelah cerita panjang perkembangan retorika ini. Seorang Murid Socrates yaitu plato yang menerima pendapat gurunya  tentang shopisme. 
            Plato menjadikan Gorgias dan socrates sebagai contoh retorika yang palsu dan retorika yang benar, atau retorika yang berdasarkan pada Shopisme dan retorika yang berdasarkan pada filasafat. Plato telah mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik (shopisme) menjadi sebuah wacana ilmiah. Ia menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica.
            Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato terkenal sebagai lima hukum retorika (The Five canon of Rhetoric)
Lima hukum retorika tersebut diawali dengan penemuan seperti halnya dalam Rakhmat (2012 :6) “Invention (penemuan). Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat”.
Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan seperti dalam Rakhmat (2012: 7) “Dipositio (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan”.
Setelah penemuan dilanjutkan dengan gaya seperti dalam Rakhmat (2012 :8) “Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk “mengemas” pesannya”.
Kemudian dilanjutkan dengan memori Seperti dalam Rakhmat (2012 :8)” Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang igin disampaikannya dengan mengatur bahan-bahan pembicaraan”.
Terakhir dari Lima tersebut adalah penyampaian Seperti dalam Rakhmat (2012 :8) “Pronuntiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyapaikan pesannya secara lisan”.
            Berikut sekilas tentang Retorika, untuk selanjutnya sejarah retorika ini dilanjut pada Retorika Zaman Romawi, Retorika Abad Pertengahan, dan Retorika Modern. Hal ini bisa dilihat jelas pada uraian yang buku sumber yang saya jadikan referensi. Poin penting yang ingin saya samapaikan bahwa retorika bukan merupak seni bersilat lidah tapi menurut perkembangannya berubah menjadi ilmiah yang merupakan hasil pemikiran bukan hanya sekadar berkata tak bermakna. Terimakasih telah mengunjungi blog saya. Apabila ada saran silakan isi pada kolom komentar.

Sumber :
Rakhmat, Jalaluddin. (2012). Retorika Modern Pendekatan Praktis. Rosda   

Terimakasih telah membaca artikel kami silakan tekan tombol follow untuk mengikuti updatean terbaru blog kami, dan tinggalkan komentar untuk membangun blog kami agar lebih baik lagi.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages